Lies

I am not lying, that i lied.
Suatu sifat buruk, yg aku tau. Sangat buruk.

Aku akan selalu jujur mengenai peristiwa atau kejadian yang memang benar adanya. Jujur mengenai orang lain. Tapi aku tidak bisa jujur soal apa yang ku rasakan, apa yang ku pikirkan, terutama jika itu buruk dan tidak menguntungkan siapapun. Aku terbiasa berpura pura untuk membahagiakan orang lain, sejak kecil.

Tidak ada satupun tempat atau orang di muka bumi ini yang bisa menerima kejujuranku. Saat aku jujur mengenai perasaan sedihku pada dunia, mereka hanya akan menganggapku bodoh dan lemah. Memang, tidak ada yg bisa menerima bahwa aku lemah.

Nah, bener kan?
Sekalinya aku mencoba kali ini buat mengungkap diriku sebenarnya yg cengeng, lemah, suka berpura pura, banyak tanggungan, mencoba jujur mengenai perasaanku pada satu orang, langsung aku dijauhi, bukan?
Padahal untuk memulai hubungan pada seseorang, aku ingin bisa bercerita apa adanya luar dalam tanpa ada yg ku tutupi. Tapi ternyata ngga bisa kan. Orang lain tetap memiliki ekspektasi dan itu hak mereka. Memang, tidak ada yg bisa menerima bahwa aku lemah.

Dan lebih tepatnya, sepertinya tidak ada yg menerima diriku. Entahlah. Di hari hari perasaan kalut, aku sulit berpikir positif dan optimis, sebenarnya.

Salahku, yg menjadi (pura pura) kuat sejak kecil. Hingga ekspektasi dunia terhadapku sangatlah besar yang tidak bisa diturunkan sama sekali. Seperti, tidak ada waktu sedikitpun untukku mengistirahatkan mental. Harus kuat, kudu kuat, dan terus kuat... Sungguh motivasi yang toxic. Aku benci kalimat motivasi.

I lie, tentang banyak hal. Aku memang berhasil tidak menumpahkan air mata selama 10 hari sejak kegagalan terhebatku kemarin. Tapi aku ngga kuat. Ternyata memang kekuatan itu pun terbatas. Tidak bisa tidak menumpahkannya sama sekali di kala hati sangat sesak memendamnya. Tidak, ya Allah aku tidak mampu. Tolong segera keluarkan aku dari ini semua.

I lie, that I can accept anyone without love. Mungkin sebelum bertemu dia, iya. Tapi setelahnya, aku baru tau bahwa manusia 10/10 itu ada. Aku sangat sedih dan terpukul jika suatu hari nanti hidup bersama orang dengan terpaksa, mencintai dan dicintai dengan terpaksa. Apa benar tidak adakah satu manusia pun yg bisa membuatku berharga seperti Sayyidah Fatimah? Aku menulis dan mendengarkan lagu "ketika cinta bertasbih" sambil menangis. Sungguh lemah.

Aku hanya penasaran, seperti apa diriku yang sesungguhnya. Aku hidup dengan banyak orang, tapi seperti sendiri. Sediri dalam ruang kosong di relung kalbuku. Hanya bisa bercerita pada diri sendiri, dan beberapa tulisan.

Aku akui, aku butuh waktu. Sepertinya aku akan memasuki masa mati rasa lagi, yg lebih lama. Kegagalanku kali ini, bukan kegagalan biasa. Aku tidak bisa berpikir jernih setiap hari, dan terus menyalahkan diri sendiri. Kagagalan yang mungkin akan terus membekas sampai kapanpun.

Kegagalan yang lagi lagi menyadarkanku....
Bahwa tidak ada lagi yg bisa diharapkan dan mengharapkanku.

Akan terus menjadi tidak jujur dan tidak bisa terbuka pada dunia. Diselimuti rasa takut dan keraguan, serta ketidakpercayaan pada orang lain.

Keinginanku bahwa suatu saat, aku akan hidup bersama orang yang merangkul mimpi mimpiku, ketakutan dan pikiran burukku, dan berkata "Aku ingin kamu selalu jujur padaku tentang apapun yang kamu pikir dan kamu rasakan, karena aku adalah bagian dari jiwamu yang menenangkan. Aku akan selalu ada disini"..... 

Harap kuburlah keinginan seperti itu, nak...

Biarkan aku di masa sedih dan kalut ini beberapa saat, sampai pulih dengan sendirinya dan siap dengan kejutan kejutan kehidupan lainnya. Semangattt... 

Comments

Popular posts from this blog

Hey, Cream Heroes

Tanggal 19

a Servant